KERAJAAN BOWONTEHU
Sejarah Lengkap Kerajaan Bowontehu
I. Raja Humansandulage (1200 - 1260 )
Raja Pertama Kerajaan Bowontehu adalah Raja Humansandulage. Berpusat di Bowontehu di sekitaran Pegunungan Rata Bolaang Mangondow.
Raja Humansandulage dengan Permaisuri Tendeng Sehiwu memperanakkan
1. Pangeran Bohulangi
2. Putri Menong Sangiang.
Ratu Menong Sangiang - Kerajaan Manaro/Manado
-Pangeran Meliku Nusa dari Sangihe dalam misinya membantu Kerajaan Bowontehu untuk mengalahkan begal-begal dan jagoan-jagoan di seantero Kerajaan Bowontehu.
Setelah misi selesai Pangeran Meliku Nusa tertaut hatinya kepda Putri Menong Sangiang. Pangeran Meliku Nusa dan Putri Menong Sangiang menetap di Bolaang Mangondow, hingga bergenerasi di Bolaang Mangondow.
II. Raja Bohulangi
Raja Bohulangi menjadi Raja ke-II di Kerajaan Bowontehu menggantikan Tahta ayahnya Raja Humansandulage.
Wilayah Kekuasaan Kerajaan Bowontehu, meliputi :
Molibagu, Pulau Lembeh, Bitung dan sekitarnya, Pulisang dan sekitarnya, Gunung Lokon dan sekitarnya, Manarow tua/Manado Tua, Pulau Siladen, Pulau Bunaken, Pulau Mentehage, Pulau Nain, Pulau Talise, Pulau Gangga, Pulau Bangka, Pulau Lembeh, Daerah Pesisir Pulau Sulawesi.
Raja Bodulangi ((1260 - 1315)
Raja Kerajaan Bowontehu ke-II adalah Raja Bodulangi menggantikan Tahta Kepemimpinan ayahnya Raja Humansandulage. Raja Bodulangi dengan Permaisuri Rantingan (Putri Ting memperanakkan:
1. Pangeran Mokodoludu
2. Pangeran Toumatiti
Kerajaan Manarotua (Manadotua)
I. Raja Mokodoludu (1315 - 1370)
Pangeran Mokodoludu mengembara ke Bentenang, Lembe, Pulisang, Lokon, kemudian Manaro tua (Manadotua). Daerah-daerah yang di jelajahi oleh Pangeran Mokodoludu merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Bowontehu yang berpusat di Manarotua.
Kemudian Raja Mokodoludu menetap di Manarotua dan membangun Kerajaan Bowontehu dengan pusat kerajaan di Manarotua.
Kemudian setelah Pemerintahan Raja Mokodoludu dengan Permaisuri Bounia mendirikan Kerajaan Bowontehu yang berpusat di Manaro Tua (Manando Tua).
Raja Mokodoludu dan Permaisuri Bounia di Kerajaan Manarotua memperanakkan:
1. Pangeran Batahasulu,
2. Pangeran Jayubanggai,
3. Putri Uring Sangiang
3. Putri Sinangiang.
Wilayah Kerajaan Manarotua meliputi:
Pulau Manadotua, Pulau Siladeng, Pulau Bunaken, Pulau Mentehage, Pulau Nain, Pulau Talise, Pulau Gangga, Pulau Bangka, Pulau Lembe, daerah pesisir pulau Sulawesi serta Bentenang, Pulisang, Lokon sekitarnya.
Pada suatu hari Raja Mokodoludu memerintahkan rakyatnya untuk bikin perahu kora-kora (Perahu Bininta), setelah selesai pembuatannya, maka diuji kemampuan mengapung, mendayung serta berlayar dari perahu tersebut. Perahu Bininta kora-kora memuat para putra-putri Raja serta cucu-cece Kerajaan, yaitu: Batahasulu, Jayubanggai, Uring Sangiang, Sinangiang, Pahawong Suluge,Lokongbanua, Manganguwi, Biki-biki, Banea, Tungkela. Raja Mokodoludu Berpesan kepada mereka: agar selama dalam pelayaran tidak boleh berkata sekata pun, ditengah-tengah pelayaran mereka tiba-tiba ada badai mengamuk sehingga terdampar di pulau Taghulandang kemudian di Siau. Badai redah barulah mereka berlayar balik ke Kerajaan Bowontehu, setelah di kemudian hari dari mereka ada yang menetap di kedua pulau Taghulandang dan Siau.
II. Raja Batahasulu (1370 - 1420)
Raja Batahasulu adalah Putra Raja Mokodoludu dengan ibunya Bounia
III. Raja Gandalangi (1420 - 1465)
Raja Gandalangi adalah Putra Raja Batahasulu
VI. Raja Pahawong Suluge (1465 - 1510)
Raja Pahawong Suluge adalah Putra Raja Batahasulu.
Raja Pahawong Suluge dengan Permaisuri Embung Duata memperanakkan: Pangeran
lokon Banua dan Pangeran Balango.
Kerajaan Manaro (Manado)
Kerajaan Manaro Daratan Sulawesi Utara
Raja-Raja Kerajaan Sangihe
Raja Sangihe di Kerajaan Bowontehu melalui Raja Melikunusa dengan Putri Kerajaan Bowontehu Menong Sangiang.
I. Raja Gumansalngi Permaisuri Ratu Sangiang (Mindanao/Filiphines Selatan)
memperanakan:
1. Kulano/Pangeran Melintasnusa - Permaisuri Mindanao
2. Kulano/Pangeran Melikunusa - Permaisuri Meno Sangiang (Mangondow/Minahasa)
Raja Melintasnusa menjadi Raja ke-II menggantikan ayahnya Raja Gumansalangi setelah ayahnya tua.
Raja Melikunusa bergenerasi dan menetap di Bolaang Mangondow dan Minahasa karena permaisuri Ratu Menong Sangiang berasal dari Kerajaan Mangondow.
Raja-Raja Kerajaan Manaro
Raja Melikunusa - Menong Sangiang
X. Raja Mokoagow (1625 - 1660) (Generasi ke 7 dari Gumansalangi)
Raja Melikunusa (1224 - 1284)
Pada jaman dahulu Kerajaan Manaro di kuasai oleh Suku dari daerah lain Suku Sibori dan pasukannya dari Ternate dengan Pasukan Lalodadan pasukan Katjil. Pasukan penyerangan tersebut di hadapi oleh Kulano/Pangeran Melikunusa dan para prajuritnya dari Kerajaan Sangihe. Kemenangan berada di Pihak Pangeran Melikunusa dan para prajuritnya dari Kerajaan Sangihe. Pangeran Melikunusa adalah Putra kedua dari Raja Sangihe yaitu dari Raja Pertama Gumansalangi. Pangeran Melikunusa terus mengembara mengalahkan jagoan-jagoan dan begal-begal di kisaran Bowontehu dan Mangondow. Kemudian Raja Melikunusa menikah dengan Menong Sangiang Putri Raja Mangondow.
Dahulu Namanya Kerajaan Bowontehu, kemudian berubah nama Manaro Tua (Manado Tua). Pada Tahun 1600 Jaman Raja Mokoagow Kerajaan di daratan Sulawesi Utara di namakan Manaro, dan oleh Belanda mereka dalam bertutur kata mengatakan namanya Manado, sehingga penamaan dua kerajaan Bowontehu menjadi Manado Tua dan Manado.
Kerajaan Manaro jaman dulu adalah wilayah Kerajaan Bowontehu Kota Raja Molibagu yang dulunya di kuasai oleh Pangeran/Kulano Melikunusa dengan Permaisuri Menong Sangiang.
Dahulu Kerajaan Manaro di kuasai oleh Suku dari daerah lain Suku Sibori dan pasukannya dari Ternate bergabung dengan Pasukan Laloda, 2 pasukan yang sangat kuat menguasai Manaro waktu itu dan mereka berbuat tidak baik terhadap orang-orang di Kerajaan Manaro di jaman itu. Kerajaan-Kerajaan lain tidak bisa berbuat apa-apa , selain di hadapi oleh Kulano/Pangeran Melikunusa dan para prajuritnya dari Kerajaan Sangihe. Kemenangan berada di Pihak Pangeran Melikunusa dan para prajuritnya dari Kerajaan Sangihe. Pangeran Melikunusa adalah Putra kedua dari Raja Sangihe yaitu dari Raja Pertama Gumansalangi. Pangeran Melikunusa terus mengembara mengalahkan jagoan-jagoan dan begal-begal di kisaran Bowontehu dan Mangondow. Kemudian Raja Melikunusa menikah dengan Menong Sangiang Putri Raja Mangondow.
Bangsa Barat yang menemukan Manaro pertama-tama adalah Bangsa Portugis, Pedagang Simao d' Abreu pada Tahun 1523. Nama Manaro di cantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia Nicolas Deslins pada tahun 1541. Manaro menjadi pintu gerbang transit kawasan timur Indonesia bagi kapal-kapal dagang bangsa asing, sehingga menjadi daya tarik terutama bagi pedagang Cina.
Raja Mokoagow (1625 - 1660)
Raja Mokoagow adalah Raja Pertama Kerajaan Manaro (Manado sebutan Belanda), Mokoagow adalah Generasi dari Mokodoludu dan sebelah dari Generasi Raja Gumansalangi melalui Putranya Raja Melikunusa.
Pada Tahun 1563, Pieter Diego de Magelhaens dari Portugis di wilayah Ternate kemudian menuju Manarow menginjil dan membaptis di Sulawesi Utara :
1. Baptisan di Manaro (Manado) Tahun 1563 oleh Pieter Diego de Magelhaens :
- Raja Manaro (Manado), Raja Mokoagow bersama Rakyatnya 1500 0rang di baptis yang
kesemuanya adalah orang Sangihe. Baptisan di selenggarakan di muara sungai
Tondano.
- Raja Pasumah (1550 - 1575) juga di Baptis dan di beri nama baptis Portugis:
Don Jeronimo Pasumah, di baptis di Manado di muara sungai Tondano
juga.
Raja Mokoagow memerintah di Kerajaan Manaro pada tahun 1643 - 1673 dengan pusat pemerintahannya di Wenang. Raja Mokoagow adalah Putra Kerajaan Bolaang Mangondow yaitu Raja Tadohe dan ibunya bernama Rasingan. Raja Mokoagow, dari ayahnya Raja Tadohe adalah cicit dari Raja Pasumah Kerajaan Siau dan dari ibunya Rasingan adalah cicit dari Raja Don Fransiscus Rolongsenggo Juda I Kerajaan Tabukan Sangihe.
Penduduk Kerajaan manarow pertama adalah orang sangihe menurut catatan dari Kerajaan Minahasa.
Belanda untuk memperluas wilayah jajahan mereka, Tahun 1655 Pembangunan Benteng De' Nederlansche Vastigheit dari Kayu-kayu balok menjadi sengketa antara Belanda dan Spanyol. Kos meyakinkan pemerintahannya kepada pemerintah Belanda di Batavia (Jakarta) bahwa pembangunan benteng sangat penting untuk pertahanan posisi Belanda di Laut sulawesi. Strategi Penjajahan Belanda dengan pembangunan benteng sehingga bisa menguasai Laut Sulawesi akan mengamankan posisi Belanda di Maluku dari Spanyol. Tetapi itu rekayasa Belanda supaya memperluas wilayah jajahan dan menguasai Sulawesi Utara. Taktik Belanda dengan menguasai Manaro (Manado) maka otomatis seluruh Pulau Sulawesi besar dan sekitarnya mereka kuasai. Selain itu juga untuk lebih meyakinkan pemerintahan mereka, maka Belanda mengadakan pertemuan-pertemuan secara licik dan halus dengan Raja-Raja di Manado dari Raja-Raja Siau guna perjanjian-perjanjian membatasi kekuasaan Raja-Raja. Setelah memperoleh dukungan dari Belanda di Batavia (Jakarta) tahun 1661, Kos langsung berlayar dari Ternate menuju Manaro, di sertai dua kapal perang Belanda Malucco dan Diamant. Dengan kekuatan tersebut mengalahkan kekuatan Spanyol di Manaro (Manado). Tahun 1673 Belanda memapankan pengaruhnya di Manaro dan merubah benteng semula dengan kayu di ganti dengan bangunan permanen dari beton kapur bakar jaman Belanda. Lalu benteng ini di beri nama baru: Ford Amsterdam dan di resmikan oleh Gubernur VOC dari Ternate Cornelis Francx pada tanggal 14 juli 1673.
Benteng Belanda yang terletak di Kota Mando kemudian pada tahun 1949 di bongkar oleh Walikota Manado (1949 - 1950).
Raja Danongbala (1660 - 1690)
Kemudian Kerajaan Manaro wenang di gantikan oleh Pangeran Danongbala, Pangeran Pendekar Ahli Pedang Sakti. Donangbala adalah generasi dari Raja Melikunusa dan Menong Sangiang. Penduduk Wenang adalah orang Sangihe sejak Kerajaan Bowontehu mulai berdiri dan berkembang menjadi banyak.
Pada Tahun 1675 Pendeta J.Montanus, mendapati jemaat-jemaat di Manado sudah melemah iman, dari pantauan tersebut banyak pendeta yang tidak mau datang ke Indonesia karena banyak iman sudah melemah. Para Pendeta didatangkan di Indonesia oleh Belanda tidak tau soal itu adalah permainan Belanda dalam penjajahan supaya mereka leluasa menguasai masyarakat dan jemaat yang lemah, di Manaro yang dilakukan oleh Belanda dan VOC secara halus dan kurang kentara, seakan-akan kesalahan kepada jemaat yang di sebut melemahnya iman, padahal semua itu permainan penjajahan VOC Belanda. Belanda berani karena para Pendeta dari pihak mereka.
Kemudian pada Tahun 1677 VOC Belanda menempatkan lagi Pendeta Zacharias Cacheing periode (1677 - 1700). Kekristenan jaman VOC di Manaro pada tahun-tahun tersebut bukan karena melemahnya iman melainkan karena permainan dan tekanan politik penjajahan Belanda waktu itu semakin meningkat untuk memecah belah persatuan dan kesatuan antar umat beragama dan masyarakat Sulawesi Utara. Dengan cara demikian, maka mereka Belanda dengan leluasa menjalankan permainan politik dan penjajahan mereka di Sulawesi Utara.
Pada Tahun 1908, Compeni mengadakan perjanjian dengan Raja Siau yang masih Generasi dari Raja Humansandulage Kerajaan Bowontehu:
Manado sebagai pusat kedudukan pemerintahan kolonial Belanda, yaitu Keresidenan Manado dengan wilayah Sulawesi Utara Tengah. Belanda dengan VOC membatasi kekuasaan para Raja dengan Pemerintahan Swapraja supaya kekuasaan mutlak ada pada kekuasaan penjajahan Belanda dalam hal ini Residen Manado. Maka seluruh daerah wilayah kekuasaan Kerajaan Bowontehu dari Raja Humansandulage di serahkan oleh Raja Siau A.J.Mohede kepada Assisten Residen Manado (1908 - 1912).
Raja-Raja Kerajaan Bowontehu
I. Raja Humansandulage - Permaisuri Tenden Sehiwu (1200 - 1260)
II. Raja Bodulangi - Permaisuri Rantingan / Ting (1260 - 1315)
Kerajaan Manaro Tua
IV. Raja Mokodoludu (1315 - 1370)
V. Raja Batahasulu (1370 - 1420)
VI. Raja Gandalangi (1420 - 1465)
VII. Raja Pahawong Suluge - Permaisuri Embun Duata (1465 - 1510)
Raja-Raja Bolaang Mangondow
Raja Melikunusa - Menong Sangiang
VIII. Raja Mokodompit (1550- 1590)
IX. Raja Tadohe (1590 - 1625)
Raja-Raja Kerajaan Manaro
Raja Melikunusa - Menong Sangiang
X. Raja Mokoagow (1625 - 1660) (Generasi ke 7 dari Gumansalangi)
XI. Raja Danongbala (1660 - 1690)
I. Raja Humansandulage (1200 - 1260 )
Raja Pertama Kerajaan Bowontehu adalah Raja Humansandulage. Berpusat di Bowontehu di sekitaran Pegunungan Rata Bolaang Mangondow.
Raja Humansandulage dengan Permaisuri Tendeng Sehiwu memperanakkan
1. Pangeran Bohulangi
2. Putri Menong Sangiang.
Ratu Menong Sangiang - Kerajaan Manaro/Manado
-Pangeran Meliku Nusa dari Sangihe dalam misinya membantu Kerajaan Bowontehu untuk mengalahkan begal-begal dan jagoan-jagoan di seantero Kerajaan Bowontehu.
Setelah misi selesai Pangeran Meliku Nusa tertaut hatinya kepda Putri Menong Sangiang. Pangeran Meliku Nusa dan Putri Menong Sangiang menetap di Bolaang Mangondow, hingga bergenerasi di Bolaang Mangondow.
II. Raja Bohulangi
Raja Bohulangi menjadi Raja ke-II di Kerajaan Bowontehu menggantikan Tahta ayahnya Raja Humansandulage.
Wilayah Kekuasaan Kerajaan Bowontehu, meliputi :
Molibagu, Pulau Lembeh, Bitung dan sekitarnya, Pulisang dan sekitarnya, Gunung Lokon dan sekitarnya, Manarow tua/Manado Tua, Pulau Siladen, Pulau Bunaken, Pulau Mentehage, Pulau Nain, Pulau Talise, Pulau Gangga, Pulau Bangka, Pulau Lembeh, Daerah Pesisir Pulau Sulawesi.
Raja Bodulangi ((1260 - 1315)
Raja Kerajaan Bowontehu ke-II adalah Raja Bodulangi menggantikan Tahta Kepemimpinan ayahnya Raja Humansandulage. Raja Bodulangi dengan Permaisuri Rantingan (Putri Ting memperanakkan:
1. Pangeran Mokodoludu
2. Pangeran Toumatiti
Kerajaan Manarotua (Manadotua)
I. Raja Mokodoludu (1315 - 1370)
Pangeran Mokodoludu mengembara ke Bentenang, Lembe, Pulisang, Lokon, kemudian Manaro tua (Manadotua). Daerah-daerah yang di jelajahi oleh Pangeran Mokodoludu merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Bowontehu yang berpusat di Manarotua.
Kemudian Raja Mokodoludu menetap di Manarotua dan membangun Kerajaan Bowontehu dengan pusat kerajaan di Manarotua.
Kemudian setelah Pemerintahan Raja Mokodoludu dengan Permaisuri Bounia mendirikan Kerajaan Bowontehu yang berpusat di Manaro Tua (Manando Tua).
Raja Mokodoludu dan Permaisuri Bounia di Kerajaan Manarotua memperanakkan:
1. Pangeran Batahasulu,
2. Pangeran Jayubanggai,
3. Putri Uring Sangiang
3. Putri Sinangiang.
Wilayah Kerajaan Manarotua meliputi:
Pulau Manadotua, Pulau Siladeng, Pulau Bunaken, Pulau Mentehage, Pulau Nain, Pulau Talise, Pulau Gangga, Pulau Bangka, Pulau Lembe, daerah pesisir pulau Sulawesi serta Bentenang, Pulisang, Lokon sekitarnya.
Pada suatu hari Raja Mokodoludu memerintahkan rakyatnya untuk bikin perahu kora-kora (Perahu Bininta), setelah selesai pembuatannya, maka diuji kemampuan mengapung, mendayung serta berlayar dari perahu tersebut. Perahu Bininta kora-kora memuat para putra-putri Raja serta cucu-cece Kerajaan, yaitu: Batahasulu, Jayubanggai, Uring Sangiang, Sinangiang, Pahawong Suluge,Lokongbanua, Manganguwi, Biki-biki, Banea, Tungkela. Raja Mokodoludu Berpesan kepada mereka: agar selama dalam pelayaran tidak boleh berkata sekata pun, ditengah-tengah pelayaran mereka tiba-tiba ada badai mengamuk sehingga terdampar di pulau Taghulandang kemudian di Siau. Badai redah barulah mereka berlayar balik ke Kerajaan Bowontehu, setelah di kemudian hari dari mereka ada yang menetap di kedua pulau Taghulandang dan Siau.
II. Raja Batahasulu (1370 - 1420)
Raja Batahasulu adalah Putra Raja Mokodoludu dengan ibunya Bounia
III. Raja Gandalangi (1420 - 1465)
Raja Gandalangi adalah Putra Raja Batahasulu
VI. Raja Pahawong Suluge (1465 - 1510)
Raja Pahawong Suluge adalah Putra Raja Batahasulu.
Raja Pahawong Suluge dengan Permaisuri Embung Duata memperanakkan: Pangeran
lokon Banua dan Pangeran Balango.
Kerajaan Manaro (Manado)
Kerajaan Manaro Daratan Sulawesi Utara
Raja-Raja Kerajaan Sangihe
Raja Sangihe di Kerajaan Bowontehu melalui Raja Melikunusa dengan Putri Kerajaan Bowontehu Menong Sangiang.
I. Raja Gumansalngi Permaisuri Ratu Sangiang (Mindanao/Filiphines Selatan)
memperanakan:
1. Kulano/Pangeran Melintasnusa - Permaisuri Mindanao
2. Kulano/Pangeran Melikunusa - Permaisuri Meno Sangiang (Mangondow/Minahasa)
Raja Melintasnusa menjadi Raja ke-II menggantikan ayahnya Raja Gumansalangi setelah ayahnya tua.
Raja Melikunusa bergenerasi dan menetap di Bolaang Mangondow dan Minahasa karena permaisuri Ratu Menong Sangiang berasal dari Kerajaan Mangondow.
Raja-Raja Kerajaan Manaro
Raja Melikunusa - Menong Sangiang
X. Raja Mokoagow (1625 - 1660) (Generasi ke 7 dari Gumansalangi)
XI. Raja Danongbala (1660 - 1690)
Raja Melikunusa (1224 - 1284)
Pada jaman dahulu Kerajaan Manaro di kuasai oleh Suku dari daerah lain Suku Sibori dan pasukannya dari Ternate dengan Pasukan Lalodadan pasukan Katjil. Pasukan penyerangan tersebut di hadapi oleh Kulano/Pangeran Melikunusa dan para prajuritnya dari Kerajaan Sangihe. Kemenangan berada di Pihak Pangeran Melikunusa dan para prajuritnya dari Kerajaan Sangihe. Pangeran Melikunusa adalah Putra kedua dari Raja Sangihe yaitu dari Raja Pertama Gumansalangi. Pangeran Melikunusa terus mengembara mengalahkan jagoan-jagoan dan begal-begal di kisaran Bowontehu dan Mangondow. Kemudian Raja Melikunusa menikah dengan Menong Sangiang Putri Raja Mangondow.
Dahulu Namanya Kerajaan Bowontehu, kemudian berubah nama Manaro Tua (Manado Tua). Pada Tahun 1600 Jaman Raja Mokoagow Kerajaan di daratan Sulawesi Utara di namakan Manaro, dan oleh Belanda mereka dalam bertutur kata mengatakan namanya Manado, sehingga penamaan dua kerajaan Bowontehu menjadi Manado Tua dan Manado.
Kerajaan Manaro jaman dulu adalah wilayah Kerajaan Bowontehu Kota Raja Molibagu yang dulunya di kuasai oleh Pangeran/Kulano Melikunusa dengan Permaisuri Menong Sangiang.
Dahulu Kerajaan Manaro di kuasai oleh Suku dari daerah lain Suku Sibori dan pasukannya dari Ternate bergabung dengan Pasukan Laloda, 2 pasukan yang sangat kuat menguasai Manaro waktu itu dan mereka berbuat tidak baik terhadap orang-orang di Kerajaan Manaro di jaman itu. Kerajaan-Kerajaan lain tidak bisa berbuat apa-apa , selain di hadapi oleh Kulano/Pangeran Melikunusa dan para prajuritnya dari Kerajaan Sangihe. Kemenangan berada di Pihak Pangeran Melikunusa dan para prajuritnya dari Kerajaan Sangihe. Pangeran Melikunusa adalah Putra kedua dari Raja Sangihe yaitu dari Raja Pertama Gumansalangi. Pangeran Melikunusa terus mengembara mengalahkan jagoan-jagoan dan begal-begal di kisaran Bowontehu dan Mangondow. Kemudian Raja Melikunusa menikah dengan Menong Sangiang Putri Raja Mangondow.
Bangsa Barat yang menemukan Manaro pertama-tama adalah Bangsa Portugis, Pedagang Simao d' Abreu pada Tahun 1523. Nama Manaro di cantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia Nicolas Deslins pada tahun 1541. Manaro menjadi pintu gerbang transit kawasan timur Indonesia bagi kapal-kapal dagang bangsa asing, sehingga menjadi daya tarik terutama bagi pedagang Cina.
Raja Mokoagow (1625 - 1660)
Raja Mokoagow adalah Raja Pertama Kerajaan Manaro (Manado sebutan Belanda), Mokoagow adalah Generasi dari Mokodoludu dan sebelah dari Generasi Raja Gumansalangi melalui Putranya Raja Melikunusa.
Pada Tahun 1563, Pieter Diego de Magelhaens dari Portugis di wilayah Ternate kemudian menuju Manarow menginjil dan membaptis di Sulawesi Utara :
1. Baptisan di Manaro (Manado) Tahun 1563 oleh Pieter Diego de Magelhaens :
- Raja Manaro (Manado), Raja Mokoagow bersama Rakyatnya 1500 0rang di baptis yang
kesemuanya adalah orang Sangihe. Baptisan di selenggarakan di muara sungai
Tondano.
- Raja Pasumah (1550 - 1575) juga di Baptis dan di beri nama baptis Portugis:
Don Jeronimo Pasumah, di baptis di Manado di muara sungai Tondano
juga.
Raja Mokoagow memerintah di Kerajaan Manaro pada tahun 1643 - 1673 dengan pusat pemerintahannya di Wenang. Raja Mokoagow adalah Putra Kerajaan Bolaang Mangondow yaitu Raja Tadohe dan ibunya bernama Rasingan. Raja Mokoagow, dari ayahnya Raja Tadohe adalah cicit dari Raja Pasumah Kerajaan Siau dan dari ibunya Rasingan adalah cicit dari Raja Don Fransiscus Rolongsenggo Juda I Kerajaan Tabukan Sangihe.
Penduduk Kerajaan manarow pertama adalah orang sangihe menurut catatan dari Kerajaan Minahasa.
Belanda untuk memperluas wilayah jajahan mereka, Tahun 1655 Pembangunan Benteng De' Nederlansche Vastigheit dari Kayu-kayu balok menjadi sengketa antara Belanda dan Spanyol. Kos meyakinkan pemerintahannya kepada pemerintah Belanda di Batavia (Jakarta) bahwa pembangunan benteng sangat penting untuk pertahanan posisi Belanda di Laut sulawesi. Strategi Penjajahan Belanda dengan pembangunan benteng sehingga bisa menguasai Laut Sulawesi akan mengamankan posisi Belanda di Maluku dari Spanyol. Tetapi itu rekayasa Belanda supaya memperluas wilayah jajahan dan menguasai Sulawesi Utara. Taktik Belanda dengan menguasai Manaro (Manado) maka otomatis seluruh Pulau Sulawesi besar dan sekitarnya mereka kuasai. Selain itu juga untuk lebih meyakinkan pemerintahan mereka, maka Belanda mengadakan pertemuan-pertemuan secara licik dan halus dengan Raja-Raja di Manado dari Raja-Raja Siau guna perjanjian-perjanjian membatasi kekuasaan Raja-Raja. Setelah memperoleh dukungan dari Belanda di Batavia (Jakarta) tahun 1661, Kos langsung berlayar dari Ternate menuju Manaro, di sertai dua kapal perang Belanda Malucco dan Diamant. Dengan kekuatan tersebut mengalahkan kekuatan Spanyol di Manaro (Manado). Tahun 1673 Belanda memapankan pengaruhnya di Manaro dan merubah benteng semula dengan kayu di ganti dengan bangunan permanen dari beton kapur bakar jaman Belanda. Lalu benteng ini di beri nama baru: Ford Amsterdam dan di resmikan oleh Gubernur VOC dari Ternate Cornelis Francx pada tanggal 14 juli 1673.
Benteng Belanda yang terletak di Kota Mando kemudian pada tahun 1949 di bongkar oleh Walikota Manado (1949 - 1950).
Raja Danongbala (1660 - 1690)
Kemudian Kerajaan Manaro wenang di gantikan oleh Pangeran Danongbala, Pangeran Pendekar Ahli Pedang Sakti. Donangbala adalah generasi dari Raja Melikunusa dan Menong Sangiang. Penduduk Wenang adalah orang Sangihe sejak Kerajaan Bowontehu mulai berdiri dan berkembang menjadi banyak.
Pada Tahun 1675 Pendeta J.Montanus, mendapati jemaat-jemaat di Manado sudah melemah iman, dari pantauan tersebut banyak pendeta yang tidak mau datang ke Indonesia karena banyak iman sudah melemah. Para Pendeta didatangkan di Indonesia oleh Belanda tidak tau soal itu adalah permainan Belanda dalam penjajahan supaya mereka leluasa menguasai masyarakat dan jemaat yang lemah, di Manaro yang dilakukan oleh Belanda dan VOC secara halus dan kurang kentara, seakan-akan kesalahan kepada jemaat yang di sebut melemahnya iman, padahal semua itu permainan penjajahan VOC Belanda. Belanda berani karena para Pendeta dari pihak mereka.
Kemudian pada Tahun 1677 VOC Belanda menempatkan lagi Pendeta Zacharias Cacheing periode (1677 - 1700). Kekristenan jaman VOC di Manaro pada tahun-tahun tersebut bukan karena melemahnya iman melainkan karena permainan dan tekanan politik penjajahan Belanda waktu itu semakin meningkat untuk memecah belah persatuan dan kesatuan antar umat beragama dan masyarakat Sulawesi Utara. Dengan cara demikian, maka mereka Belanda dengan leluasa menjalankan permainan politik dan penjajahan mereka di Sulawesi Utara.
Pada Tahun 1908, Compeni mengadakan perjanjian dengan Raja Siau yang masih Generasi dari Raja Humansandulage Kerajaan Bowontehu:
Manado sebagai pusat kedudukan pemerintahan kolonial Belanda, yaitu Keresidenan Manado dengan wilayah Sulawesi Utara Tengah. Belanda dengan VOC membatasi kekuasaan para Raja dengan Pemerintahan Swapraja supaya kekuasaan mutlak ada pada kekuasaan penjajahan Belanda dalam hal ini Residen Manado. Maka seluruh daerah wilayah kekuasaan Kerajaan Bowontehu dari Raja Humansandulage di serahkan oleh Raja Siau A.J.Mohede kepada Assisten Residen Manado (1908 - 1912).
Raja-Raja Kerajaan Bowontehu
I. Raja Humansandulage - Permaisuri Tenden Sehiwu (1200 - 1260)
II. Raja Bodulangi - Permaisuri Rantingan / Ting (1260 - 1315)
Kerajaan Manaro Tua
IV. Raja Mokodoludu (1315 - 1370)
V. Raja Batahasulu (1370 - 1420)
VI. Raja Gandalangi (1420 - 1465)
VII. Raja Pahawong Suluge - Permaisuri Embun Duata (1465 - 1510)
Raja-Raja Bolaang Mangondow
Raja Melikunusa - Menong Sangiang
VIII. Raja Mokodompit (1550- 1590)
IX. Raja Tadohe (1590 - 1625)
Raja-Raja Kerajaan Manaro
Raja Melikunusa - Menong Sangiang
X. Raja Mokoagow (1625 - 1660) (Generasi ke 7 dari Gumansalangi)
XI. Raja Danongbala (1660 - 1690)
Commen